Inovasi Guru Atasi Learning Loss, Pakai Wayang hingga Cerpen

Inovasi Guru Atasi Learning Loss, Pakai Wayang hingga Cerpen

Ancaman learning loss akibat pandemi Covid-19 melecut para guru dari seluruh Indonesia untuk berinovasi dalam pembelajaran.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menuturkan para pemangku kepentingan di sekolah-sekolah punya semangat besar menciptakan inovasi. Hal ini dilakukan dalam upaya mengurangi learning loss melalui kurikulum merdeka.

“Antusiasme pada guru-guru dan kepala sekolah ini sangat besar untuk menyediakan kesempatan belajar melalui kurikulum merdeka. Dalam praktik ini, [mereka] memiliki inovasi yang signifikan,”ujar Kepala BSKAP dalam Temu Inovasi ke-13 di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Baca juga: 3 Rekomendasi Sekolah Kedinasan untuk Anak IPS, Kuliah Gratis & Bakal Jadi CPNS

Sebelumnya, Indonesia sempat mengalami learning loss akibat pandemi. Learning loss adalah berkurangnya kemampuan dan pengetahuan siswa akibat tidak belajar di sekolah.

Berdasarkan data survei Kemendikbudristek tentang hasil belajar siswa selama 12 bulan pembelajaran di masa pandemi COVID-19, menunjukan sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013 mengalami learning loss sekitar lima bulan. Artinya, kemampuan belajar siswa tertinggal selama lima bulan.

Kurikulum merdeka yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek membebaskan sekolah untuk membuat rangkaian bahan ajar sesuai dengan kebutuhan siswa.

Siswa yang mengalami learning loss akibat pandemi, tidak dipaksa untuk mengejar ketertinggalan capaian bahan ajar seperti kurikulum sebelumnya, tetapi guru akan mengemas materi sesuai dengan kebutuhan siswa.

Kurikulum merdeka akhirnya mendorong inovasi-inovasi baru dari setiap sekolah. Sekolah bahkan provinsi mulai membenahi kebutuhan pembelajaran siswa.

Dalam Temu Inovasi ke-13 yang diadakan secara luring, empat provinsi menunjukkan inovasinya dalam membantu kebutuhan siswa. Ini cerita mereka.

Inovasi Pembelajaran Melalui Kurikulum Merdeka

1. Kalimantan Utara

Sebelum Covid-19 melanda, siswa di Kalimantan Utara telah mengalami kesulitan belajar. Mereka harus melewati sungai terlebih dahulu untuk sampai sekolah. Semakin terjepit akibat pandemi, guru-guru di Kalimantan Utara akhirnya berfokus pada kapasitas siswa.

Inovasi yang diterapkan oleh Kalimantan Utara yaitu Kabupaten Tana Tidung berfokus pada formative asesmen dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS).

Siswa akan melewati formative assessment terlebih dahulu sebelum diberikan pembelajaran berbentuk LAS. LAS adalah modul yang mengacu pada kurikulum khusus dan modul belajar Kemdikbud,. Konten LAS berisi topik literasi, numerasi, kecakapan hidup, penangan COVID, perilaku hidup bersih dan sehat, spiritual keagamaan, dan pendidikan karakter.

Akhirnya, terdapat peningkatan pada kemampuan siswa. Dari awalnya 18 siswa tidak bisa membaca, berkurang menjadi 6 siswa dalam jangka waktu 5 bulan.

2. Nusa Tenggara Barat

Berbeda dengan Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat berfokus pada kemampuan membaca. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan tingkat buta aksara tertinggi di Indonesia.

Untuk mengatasi hal ini, Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Nusa Tenggara Barat mengadakan lomba membuat ilustrasi untuk buku anak, sementara isi cerita anak dibuat oleh mahasiswa jurusan pendidikan.

Buku-buku itupun akhirnya diterbitkan dan didistribusikan kepada sekolah-sekolah. INOVASI juga turut mengajak masyarakat mengajar membaca kepada siswa di Nusa Tenggara Barat. Kegiatan ini disebut relawan literasi dan akhirnya menjadi program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di perguruan tinggi di Nusa Tenggara Barat.

3. Jawa Timur

Inovasi di Jawa Timur berfokus pada pengembangan karakter siswa. Siswa diajarkan tentang kesetaraan gender dan juga pendidikan seks.

Lewat alat peraga berbentuk wayang, guru mengajar bagaimana proses reproduksi terjadi. Hal ini diajarkan bagi siswa kelas 4-6.

Kemudian dalam materi kesetaraan gender, INOVASI Jawa Timur bekerja sama dengan universitas-universitas membuat ‘Modul Gender’. Modul ini kemudian dipakai oleh guru-guru untuk mengajarkan kesetaraan gender pada para siswa. Hasilnya, siswa memiliki pemahaman tentang kesetaraan gender, seperti peran ibu bisa bekerja dan ayah bisa melakukan pekerjaan rumah.

4. Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki pendekatan yang kreatif untuk pengajarannya. Para guru banyak menggunakan alat peraga dari bahan alami di daerah mereka. Selain penghematan biaya, hal ini juga agar para siswa lebih mengenal dengan kekayaan alam yang mereka miliki.

Sebelum masuk kelas, siswa akan diajak bermain dan berhitung dengan memasukkan sedotan ke dalam gelas. Hal ini untuk melatih kemampuan siswa dalam perkalian.

Tulisan ini dipublikasikan di Pendidikan dan tag , , , . Tandai permalink.